Kediri, tjahayatimoer.net - Kasus hewan ternak yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK) melampui seribu ekor. Berdasarkan data yang diperoleh dinas ketahanan pangan dan peternakan (DKPP), sudah ada 1.085 ekor hewan ternak yang terkena virus tersebut.
Selain itu, ada juga laporan hewan ternak yang mati. Namun, belum bisa dipastikan apakah kematiannya itu karena PMK atau sebab lain. Karena itu, DKPP belum bersedia menjelaskan lebih rinci di mana kasus kematian hewan tersebut.
“Tim kami masih mencari penyebab kematiannyaa,” dalih Kepala DKPP Tutik Purwaningsih kemarin (9/6).
“Karena belum tentu PMK kami takut bisa menimbulkan keresahan,” sambungnya memberi alasan belum bisa menyampaikan keterangan lebih banyak terkait hewan yang mati tersebut.
Meningkatnya jumlah hewan ternak yang terkena PMK menjadi ancaman serius bagi peternak. Sebab, berdasarkan perkembangan secara nasional, persentase kematian hewan yang terjangkit PMK hingga 5 persen. Semakin banyak yang terpapar maka semakin banyak pula potensi kematian bagi peternak.
Sementara itu, tingkat kematian pada hewan ternak lebih banyak menyerang pada pedet (anak sapi). “Kalau pedet usia di bawah dua tahun memang lumayan (banyak) yang mati,” ujar seorang dokter hewan yang namanya enggan dikorankan.
Kasus kematian pada pedet semakin membengkak karena faktor psikologis peternak. Mereka enggan mengobati atau membawa pedet yang sakit untuk disuntik. Peternak lebih cenderung membiarkan anak sapinya sakit.
Padahal, jika penyebabnya adalah PMK, maka ada kemungkinan induknya juga terkena PMK. Bila itu yang terjadi, efeknya juga buruk bagi peternak. Produktivitas susunya akan berkurang.
“Faktor ini jarang diketahui peternak. Sehingga ketika sapi menyusui dianggap normal padahal tidak optimal,” lanjutnya.
Bila pedet meninggal, dugaan harus diarahkan pada induk sapi. Karena ada kemungkinan virus itu tertular dari sang induk. Sebab, pedet usia di bawah dua tahun ketahanan tubuhnya masih lemah. Jika induknya terifeksi maka akan menularkan ke anaknya.
Selain pedet, kematian bisa terjadi pada sapi dewasa tapi sudah berusia tua. Biasanya kondisi tubuh akan kurus.
Tingginya kasus PMK ini membuat penutupan pasar hewan di Kabupaten Kediri bakal bertambah lama. Seharusnya, pasar-pasar hewan itu boleh beroperasi lagi mulai hari ini. Namun perkembangan terbaru membuat pemkab memutuskan lock down itu diperpanjang hingga sembilan hari lagi.
Menurut Tutik, perpanjangan penutupan hingga Minggu (19/7). Namun, dia mewanti-wanti bahwa itu bukan karena adanya laporan kematian. Melainkan disebabkan karena kasus PMK semakin meluas dan pasar hewan di daerah sekitar juga ditutup. Jika nanti dibuka maka pasar hewan Kabupaten Kediri akan jadi sasaran pedagang daerah lain.
Seperti di pasar hewan Grogol, meski dinyatakan tutup, pasar yang terletak di tepi jalan itu masih membuka penjualan kambing. “Yang tidak boleh masuk pasar hanya sapi saja,” ujar warga setempat. Sebelumnya, pasar hewan Grogol juga sudah disemprot disinfektan dari BPBD Jawa Timur. (Red.nv)
0 Komentar