Acara Mujahadah Kubro di Ponorogo, KH Marzuki Mustamar: Supaya Umat Tidak Putus dengan Ulama Kuno



Ponorogo, tjahayatimoer.net – Mujahadah Kubro sukses digelar tadi malam. Puluhan ribu umat atau nahdliyin tak beranjak dari tempat acara, meski komplek makam KH Ageng Muhammad Besari malam itu hujan gerimis.

Lantunan sholawat dan doa agar tidak hujan terus dikumandangkan sebelum acara dimulai. Alhasil, saat acara berlangsung hujan mulai reda, nahdliyin khusuk dalam berdoa Mujahadah Kubro hingga selesai pukul 00.30 WIB atau Senin (20/6) dini hari.      


Usai bacaan Mujahadah Kubro selesai dilakukan, dilanjutkan dengan doa yang dilantunkan oleh 9 kiai khos NU Jawa Timur. Dimana doa terakhir dari kiai khos NU itu dipimpin oleh KH. Anwar Mansur, pimpinan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.

Dimana sebelumnya lantunan doa dipanjatkan oleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur (Jatim) KH Marzuki Muktamar.


“Dengan adanya mujahadah kubro ini, nahdliyin tetap kompak, berkomitmen keaswajaan, kemanusiaan dan Keindonesiaan. Doa panjang itu, berharap sepet itu,” kata Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar, Selasa (20/6/2022).

Selain itu lewat mujahadah kubro ini, para kiai bermunajat supaya umat sambung dengan ulama-ulama kuno. Marzuki menyebut umat kalau sambung dengan walisongo sudah biasa. Namun, untuk sambung dengan ulama antara mungkin masih jauh.


Ulama antara yang dimaksud kiai Marzuki ini adalah ulama di masa antara walisongo dengan hadratusyeh Hasyim Asy’ari. Dimana antara masa itu juga ada ulama-ulama yang perannya besar dan umat juga menghormati itu.

Salah satu ulama antara itu, yakni KH Ageng Muhammad Besari dan cucunya KH Muhammad Hasan Besari. Dimana makamnya berada di Desa Tegalsari Kecamatan Jeris Kabupaten Ponorogo, yang dijadikan tempat acara mujahadah kubro ini.


“Kita ingin umat menghormati dan tabarukan dengan beliau. Sebab umat mungkin tabarukan belum seperti dengan walisongo ataupun dengan ulama pendiri NU,” katanya.


Nah, dalam edisi mujahadah kubro ke depan, bukan tidak mungkin juga pindah tempat lain. Seperti di Blitar, di sekitar kuningan. Mbah Soleh, ulama zamannya hampir sama dengan di Ponorogo ini. Kemudian kalau di Madura, ada Mbah Syamsudin Batu Ampar.

“Supaya umat tidak putus, umat sambungkan Syaikona Kholil dan Hadratusyeh Hasyim Asy’ari, moso langsung sambung walisongo. Diantara itu kan ada ulama-ulama ini, ya seperti Mbah Hasan Besari dari Ponorogo,” pungkasnya. (red.sin)

Posting Komentar

0 Komentar