Blitar Kota, tjahayatimoer.net - Maraknya kegiatan ilegal tambang Galian C sedot yang disinyalir milik (WWN). Dari sarana alat untuk menggali material pasir dan batu yaitu Beckhoe dan truk. Hal ini seolah menjadi Fenomena biasa di daerah tersebut, seolah semua para pihak baik di segi hukum dan pemerintahan terkesan adanya pembiaran dan bila ada tindakan, terkesan semua sudah tertata rapi.
Polres Blitar Kota yang notabene garda terdepan untuk mentertibkan kegiatan penambangan ilegal "terkesan" tutup mata. Bila ada tindakan seolah hanya untuk pencitraan. Sedangkan masyarakat luas umumnya beropini, bahwa kegiatan ilegal minning di Wilkum (Wilayah Hukum) Blitar terjadi aksi pembiaran baik dari para pemangku hukum wilayah Blitar Kota dan perangkat setempat wilayah Kedawung, Satpol PP ataupun pihak terkait hanya dibiarkan saja. Disisi lain masyarakat mempunyai sudut pandang miring kepada aparat penegak hukum terkesan terjadi aksi pembiaran.
Walau pun sudah seringkali di tindak, akan tetapi tidak pernah jera. Malah terkesan kebal hukum walaupun sering kali tertangkap. Akan tetapi belum ada proses sampai dengan peradilan. Diduga ada pengkondisian ke para pihak pemangku hukum tersebut.
"Diduga" adanya konsorsium terselubung ataupun konspirasi antara pihak pihak terkait menurut penelusuran tim investigasi media ini. dari keterangan sejumlah warga Kedawung yang merasa resah dengan kian maraknya penambangan sedot.
Ironis keluhan masyarakat seolah tidak di gubris baik oleh pemilik tambang maupun truk pengangkut material tambang, yang selama ini membuat kerusakan jalan belum lagi kerusakan yang diakibatkan oleh tambang ilegal tersebut.
Dampak kerusakan dari penambangan sedot dengan menurunnya debit air di beberapa sumur warga dan di kawatirkan berpotensi bencana dengan amblasnya tanah warga.
menurut keterangan warga sekitar lokasi yang enggan di sebut namanya bahwa kegiatan tersebut juga di Backingi oleh oknum-oknum tertentu yang terlibat kegiatan penambangan ilegal tersebut. Wooowww terkesan arogan dan merasa kebal hukum, di karenakan para bos tambang tersebut terkenal licin dan berduit seolah bisa mengkondisikan semua lini.
Bukankah semua kegiatan penambangan minerba sudah di atur di dalam undang undang terkait minerba no 4 tahun 2009 tentang minerba yang disusun melalui UU Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas No. 4 tahun 2009 dengan sanksi denda sebesar 100.000.000.000. (seratus miliar rupiah) dan sanksi pidana penjara 5 tahun. Ancaman ini tidak membuat jera ataupun gentar malah makin gencar dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi aktivitas penambangan ilegal. (bersambung) statmen pemangku hukum. (Rj Bram)
0 Komentar