Produk UMKM Bawang Goreng asal Bojonegoro Berhenti Produksi, Ini Penyebabnya


Bojonegoro, tjahayatimoer.net - Imam warga Desa Cancung Kecamatan Bubulan Kabupaten Bojonegoro, salah satu pelaku UMKM yang memproduksi bawang merah dan bawang putih goreng sudah merambah ke pasar luar. Bahkan produksinya itu dikirim hingga ke Kalimantan.


Dia mulai merintis usahanya sejak 2017 di rumahnya yang ada di Jalan Oro-Oro Sudo. Setahun kemudian ia mulai serius untuk berkecimpung dalam usaha yang ia beri brand Bawang Merah Goreng SAE. Usaha tersebut muncul dari pengalamannya sendiri yang sebelumnya juga pernah bekerja di tempat produksi bawang goreng di Kalimantan.

Karena harus mengurus orang tua sehingga ia pulang ke Bojonegoro dan membuka usaha sendiri. “Pada 2018 mengurus SIUP, P-IRT dan dokumen perizinan lainnya,” ujarnya, Selasa (15/3/2022).

Ia memproduksi bawang goreng secara manual. Mulai dari pengupasan, pengirisan, hingga penggorengan dan pengemasan. Imam juga memberdayakan delapan orang warga desanya. Diapun tidak mematok jadwal kerja. Hanya memanfaatkan waktu senggang untuk menambah penghasilan lainnya.

Produksi bawang goreng dari tangan-tangan warga lokal itu dia distribusikan ke Kalimantan. Setiap kali mengirim dia mampu mengirim satu ton kemasan 15 kg untuk bawang merah. Sementara 18 kg untuk bawang putih. Bawang goreng yang dikirim tersebut kata dia, tanpa bahan pengawet.

Ketahanan bawang goreng mencapai enam bulan. Berbagai faktor menjadi penunjang. Selain kualitas minyak goreng, juga kualitas bahan baku sendiri. Menurut Imam, salah satunya karena proses pencabutan bawang yang baik. Di Bojonegoro sendiri, beberapa bawang merah berkualitas berasal dari Kecamatan Sekar, Krondonan, Kedungadem dan Gondang.

“Untuk kebutuhan pasokan bawang, kadang mengandalkan hasil tanamnya sendiri. Juga bisa memasok dari wilayah lain. Seperti di Kecamatan Sekar, Kecamatan Gondang, ataupun di Kecamatan Kedungadem,” jelasnya.

Imam menambahkan, untuk kendala masih kesulitan pemasaran lokal dan alat produksi. Apalagi, media pemasaran yang dilakukan baru sebatas via WhatsApp. Harapannya, ada pihak-pihak yang senantiasa membantu agar dapurnya terus mengepul, menghasilkan bawang goreng berkualitas dan warga sekitar beraktifitas kembali.

Apalagi pengaruh mahalnya harga dan sulitnya mendapat pasokan minyak goreng, dapur produksinya kini tak mengepul lagi. Terakhir produksi akhir Februari 2022. Pegawainya pun dirumahkan terlebih dulu. “Tapi ini inshaAllah sudah dapat pemasok minyak goreng. Produksi satu ton membutuhkan minyak goreng 60 liter. Bawang merah goreng lebih banyak menggunakan minyak,” pungkasnya. (red)

Posting Komentar

0 Komentar