GP Ansor Bela Polisi yang Didakwa Sengaja Bunuh Anggota Laskar FPI


Jakarta, tjahayatimoer.net - Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda atau GP Ansor menilai dua polisi yang didakwa membunuh dengan sengaja empat Laskar FPI dalam tragedi KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, Ipda M. Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan tidak bisa dikriminalisasi.

Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat GP Ansor, Abdul Rochman menyebut kedua polisi tersebut melakukan tindakan tegas terhadap perbuatan melawan hukum. Karena itu, ia memandang perbuatan mereka bukan pidana.

"Sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP), maka tindakan sebagaimana demikian tidak sepatutnya dikriminalisasi," kata Abdul, Jumat (18/2).

Abdul berpendapat tragedi KM 50 tidak akan mengakibatkan empat anggota Laskar FPI yang sedang dibawa ke Polda Metro Jaya tewas jika mereka tidak melawan.

Namun, kata Abdul, anggota Laskar FPI tersebut justru bersikap tidak kooperatif. Mereka berupaya merebut senjata api milik polisi. Sementara, polisi sedang bertugas berdasarkan undang-undang.

"Upaya perebutan senjata api dan penganiayaan terhadap aparat saat bertugas jelas tidak bisa dibenarkan," ujar Abdul.

Abdul mengaku melihat tragedi KM 50 sebagai insiden memilukan yang sebenarnya bisa dihindari. Ia berharap kasus tersebut tidak kembali terulang dan proses yang berjalan mewujudkan keputusan hukum yang seadil-adilnya.

Selain itu, Abdul juga menyebut keberatan atas tindakan polisi hanya bisa ditempuh dengan cara damai.

"Keberatan terhadap tindakan aparat penegak hukum hanya dapat ditempuh dengan cara damai dan beradab melalui mekanisme dan prosedur hukum," tutur Abdul.

Abdul berujar perlawanan maupun pembangkangan yang dilakukan dengan kekerasan tidak bisa dibenarkan. Ia mengingatkan agar tidak ada kelompok yang berupaya melakukan kriminalisasi sebagai wujud balas dendam.

Abdul juga menilai bahwa tindakan Laskar FPI itu dapat merusak wibawa aparat penegak hukum, keamanan, ketertiban, kedamaian, serta keteraturan dalam tatanan kehidupan masyarakat.

"Jangan sampai ada upaya-upaya sekelompok yang ngotot melakukan kriminalisasi dengan target hanya untuk memuaskan hasrat balas dendam. Hukum bukanlah pemuas amarah dan dendam," kata Abdul.

Sebelumnya, enam anggota FPI terlibat dalam aksi kejar-kejaran dan baku tembak dengan anggota kepolisian dari Polda Metro Jaya. Peristiwa itu terjadi di depan Hotel Novotel, Jalan Interchange, Karawang, Jawa Barat hingga kawasan KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

Jaksa menyebut enam anggota Laskar FPI ditembak tiga anggota Polda Metro Jaya yakni, Ipda Elwira Priadi Z., Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Mohammad Yusmin. Sebanyak dua anggota FPI tewas dalam peristiwa baku tembak.

Sementara, empat orang lainnya meninggal saat hendak dibawa ke Polda Metro Jaya dalam keadaan hidup. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan pembunuhan empat Laskar FPI ini sebagai unlawful killing. Sementara, dua korban lainnya tewas dalam tindakan penegakan hukum.

JPU lantas mendakwa dua anggota Polda Metro Jaya Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin melanggar pasal 338 KUHP tentang pembunuhan secara sengaja juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Selain itu, mereka juga didakwa Pasal 351 ayat 3 juncto Pasal 55 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Sementara, Elwira dinyatakan meninggal dalam kecelakaan yang terjadi pada Januari lalu. Namun kedua polisi pembunuh anggota FPI itu tidak ditahan sampai hari ini. (red)


Posting Komentar

0 Komentar